Emiria Sunassa (l. 1894, Kawangkoan; m. 1964, Lampung)

Pengantin Dayak, sekitar 1941–1946

(direproduksi pada 1971–1972)
Cat minyak di atas kanvas
68 x 54 cm

Koleksi Museum Seni Rupa dan Keramik


Keberpihakan Emiria pada suku minoritas di Indonesia sering muncul dalam karyanya. Penganten Dayak menggambarkan lima sosok perempuan yang berbaris secara horizontal di balik sebuah meja panjang dan guci. Warna gelap pada lukisan ini tampak kontras dengan warna hijau pada sorban salah seorang perempuan dan merah muda pada latar.

Sepanjang umur kekaryaannya, Emiria melukiskan sosok-sosok manusia dari keragaman suku nusantara, tidak seperti kebanyakan pelukis pada masanya yang sibuk menentang Hindia Molek namun tak jarang menggambarkan sosok-sosok manusia —seringnya Jawa— dari jarak pandang yang tidak setara. Catatan mengenai praktik artistiknya nyaris tak bisa kita temukan dalam sejarah seni arus utama. Riset dan penulisan Heidi Arbuckle adalah satu-satunya catatan komprehensif mengenai kehidupan dan sebagian besar karya Emiria.

Menurut paparan Sudarmadji dalam buku Seni Lukis Jakarta dalam Sorotan (1974), perpaduan warna ini sejatinya hasil reproduksi, mengingat lukisan aslinya hanya terekam dalam sebuah foto hitam-putih. Kualitas garis yang dihasilkan pada lukisan reproduksi pun berbeda, meski subjek dan komposisinya masih sama. Menanggapi Sudarmadji, Heidi Arbuckle pada tesisnya menyebutkan ada kemungkinan lukisan ini tersedia dalam dua versi dan reproduksi itu dibuat oleh Emiria sendiri. Tapi, karena belum ditemukan bukti yang kuat atas dugaan tersebut, ada kemungkinan juga bahwa lukisan aslinya hilang atau rusak, lalu direproduksi oleh pihak Museum Seni Rupa dan Keramik yang mengoleksinya.

 

Tentang Seniman

Emiria pernah menempuh pelatihan perawat di Sekolah Cikini dan, selama Perang Dunia I, mengembara ke Belgia dan Austria untuk belajar seni lukis dari Guillaume Frédéric Pijper. Bersama sejumlah pelukis seperti Agus Djaya dan Sudjojono, ia mendirikan PERSAGI sebagai tanggapan atas hegemoni pelukis dari negara Eropa di nusantara. Melalui karya lukisnya, Emiria menghadirkan sisi gelap bangsa yang terpinggirkan, yang tidak terbahasakan dalam estetika romantik para pelukis kolonial.

Informasi selengkapnya tentang: