Rustamadji (l. 1921; m. 2002, Klaten)

Pohon Nangka, 1985

Cat minyak di atas canvas
80 x 110 cm

Koleksi Galeri Nasional Indonesia

Pohon Nangka (1954) boleh jadi adalah lukisan Rustamadji yang paling dikenal orang. Lukisan itu dibeli Presiden Sukarno setelah ia melihatnya dalam pameran kelompok Sanggar Pelukis Rakyat, 1955, dan disimpan dalam Koleksi Kepresidenan.

Layaknya kebanyakan karya Rustamadji, Pohon Nangka (1954) dan Pohon Nangka (1985) yang ada di sini menghadirkan pemandangan alam atau suatu sudut dalam lingkungan domestik dengan apa adanya. Teknik realisnya digunakan tak berstruktur. Ia melukis tanpa memilih, menilai, apalagi menempatkan, objek yang dilukis dalam satu sudut pandang tertentu. Oleh karena itu tak sedikit juga yang menyebutnya naturalis. Seluruh detil dalam lukisannya digarap sama seriusnya, hingga selalu ada sebersit perasaan hangat yang penuh kesederhanaan dan lukisan-lukisannya. Ada juga sedikit celah untuk menyebut karya-karya Rustamadji hiperrealistik, namun, kata "hiper" (berlebihan) tak mengena pada lukisan-lukisannya. Ketika ditanya mengapa, jawabannya sederhana, “Semua hal adalah ciptaan Tuhan.”

Klaten, daerah asal sang pelukis, berbatasan dengan kota yang cukup lama ditinggalinya, Yogyakarta, kota yang dikenal dengan gudeg-nya, sebuah masakan berbahan utama nangka. Namun, belum tentu informasi ini penting. Dan, entah berapa kali sudah pohon nangka menjadi subjek gambarnya, dimana saja ia melihat pohon tersebut, dan apakah penting mencari tahu kenapa ia menggambarkannya.
 

Tentang Seniman

Selain akrab dengan gambar wayang sejak kecil, Rustamadji juga senang menyalin foto. Ia belajar gambar sendiri sebelum akhirnya pindah ke Yogyakarta dan menjadi anggota Pelukis Rakyat (1948-1955). Setelah itu, kehidupan membawanya ke tahap spiritual, dimana ia belajar sendiri dan mencatatkan pelajaran-pelajarannya dalam jurnal stensilan sebanyak lebih dari 40 judul. Pada 1966-1972, ia berserah penuh pada kekuatan di luar dirinya untuk menggerakkan tangannya menggambar dan melukis. Selama itu juga ia tak pernah menandatangani karyanya, sebab, baginya, ia hanyalah alat, bukan pencipta.

Informasi selengkapnya tentang: