Edhi Sunarso (l. 1932, Salatiga; m. 2016, Yogyakarta)

Torso, 1974

Kayu sonokeling
Tinggi 104 cm
Koleksi Galeri Nasional Indonesia


Ketika karya ini dibuat, Edhi sedang sibuk-sibuknya membangun kurikulum baru untuk Jurusan Patung di ASRI bersama seniornya seperti Saptoto dan Budiani sembari mengerjakan Monumen Selamat Datang yang dipesan presiden Sukarno untuk menyambut tamu-tamu Asian Games 1962. Biasa mengerjakan karya publik pesanan negara, ia menggunakan kesempatan berkarya secara personal untuk membangun praktik artistiknya seturut kemanusiaan yang ingin ia percayai dan kepribadian yang ia tuju. 

Edhi menggolongkan karya-karya pribadinya sebagai 'figuratif simbolik'. Pada karya ini, Torso, ia bereksperimen dengan bentuk sekaligus menjelajah berbagai dengan kemungkinan olah-bahan untuk menghasilkan wujud yang tergantung pada hubungan antara keterampilan tangannya dan kayu sebagai bahannya. Tak heran, “batang tubuh” Torso justru menampilkan bentuk yang sama sekali lain dari makna yang tertera pada judul karya. Melalui pahatan kayu yang figuratif, ia membuka berbagai kepentingan tafsir. Dengan mengolah dan mendistorsi bentuk, Edhi menunjukkan bahwa kepentingannya menyampaikan pesan kemanusiaan lebih besar daripada menunjukkan akurasi figur.

 

Tentang Seniman

Edhi Sunarso abadi melalui mahakaryanya yang kini menjadi bagian yang khas dari lanskap kota Jakarta: Monumen Selamat Datang (1962) di Bundaran HI, Monumen Pembebasan Irian Barat (1963) di Lapangan Banteng, dan Monumen Dirgantara (1966) di Pancoran. Ketigannya dipesan Presiden Sukarno setelah Edhi mendalami seni patung di Kala Bhavana, Visva-Bharati University, Santiniketan, pada 1957. Di luar kiprahnya membuat monumen dan diorama untuk museum, alumni ASRI dan mantan pegiat Pelukis Rakyat ini juga aktif sebagai pengajar.

Informasi selengkapnya tentang: