Rusli (l. 1912, Medan; m. 2005, Jakarta)

Bunga, 1956

Cat air di atas kertas
35 x 45 cm
Koleksi Galeri Nasional Indonesia
 

Dengan sapuan tebal-tipis, kadang-kadang transparan, warna-warna cerah, dan banyaknya ruang kosong pada bidang lukisannya, karya Rusli sungguh selaras dengan corak lukisan tradisional Tiongkok dan Jepang.

Haiku, tradisi puisi pendek asal Jepang yang biasanya hanya terdiri atas tiga baris, sering digunakan untuk menjelaskan karya Rusli. Rusli pertama kali berkenalan dengan Haiku saat kuliah di Kalabhavana, Santiniketan, India, yang saat itu juga menampung banyak orang Jepang dan merupakan pusat pemikiran modern Timur di seantero 'Asia'. Seniman serba-bisa Danarto mengingat Rusli sebagai seseorang yang kerap menyitir puisi-puisi haiku dalam berbagai percakapan. 

Gaya lukis khas Rusli terwujud jelas dalam Bunga (1956) yang dilukis dengan cat air. Menurut Oei Siyan Yok, Rusli lebih menyukai cat air ketimbang cat minyak karena lebih spontan, segar, dan tegas. Lukisan-lukisan Rusli dari periode yang sama turut menampilkan transparansi serta kehalusan serupa. Sebagai obyek lukis, bunga muncul dalam setiap fase kekaryaan Rusli sampai akhir hayatnya.
 

Tentang Seniman

Rusli berangkat ke India untuk belajar kedokteran, namun pulang ke Indonesia sebagai sarjana seni. Di Kala Bhavana, Visva-Bharati University, Santiniketan, ia belajar seni lukis murni, seni patung, dan filsafat seni timur. Pelukis kelahiran Medan kemudian mengajar seni gambar di Taman Siswa, menjadi ketua organisasi Seniman Indonesia Muda cabang Yogyakarta pada 1947-1948, wakil ketua International Association of Plastic Art UNESCO pada 1960, dan salah satu anggota awal Akademi Jakarta pada 1970.

Informasi selengkapnya tentang: