Tentang Retas Budaya
Retas Budaya adalah program yang mempertemukan institusi GLAM (galeri, perpustakaan, arsip, museum) dengan pelaku industri kreatif dan pegiat teknologi demi menghasilkan kolaborasi dan inovasi dari data budaya terbuka.
Program ini adalah kerja sama antara Direktorat Jenderal Kebudayaan Indonesia , Wikimedia Indonesia, Asosiasi Game Indonesia, LIPI, PT Elex Media Komputindo & Rekata (Gramedia Writing Project), dan Goethe-Institut Indonesien.
Retas Budaya bekerja sama dengan institusi ataupun organisasi yang memiliki koleksi budaya untuk memublikasikan sebagian koleksi mereka sebagai data budaya terbuka.
Bagaimana jadinya kalau sebagian besar dari koleksi tersebut dapat diakses oleh publik dengan mudah? Selain itu, publik juga dapat menggunakannya kembali dalam karya seni atau ciptaan mereka dengan interpretasi yang berbeda dan baru?
Mungkin sulit bagi seseorang yang berada di pulau Jawa untuk dapat melihat dan mendengar genderung Tifa, tanpa pergi ke Papua atau Maluku, atau mendengar petikan Jungga tanpa ke Sumba. Namun, wahana untuk melihat kekayaan budaya yang beragam ini dapat diwujudnyatakan dengan pemanfaataan teknologi yang ada saat ini.
Kekayaan budaya Indonesia seharusnya dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat umum. Pembebasan arsip budaya tidak hanya mampu memperluas akses bagi semua orang tetapi juga bisa membuka jalan bagi masyarakat untuk bisa mengenal dan mengapresiasi budaya Indonesia.
Retas Budaya diluncurkan dengan kesadaran bahwa budaya adalah milik kita semua, bukan hanya milik peneliti, akademisi, atau institusi pemerintah. Oleh karena itu, arsip budaya harus dapat dinikmati oleh publik tanpa adanya banyak penghalang. Retas Budaya dicita-citakan tidak hanya berhenti pada pembukaan akses, namun juga pemanfaatan yang berkesinambungan. Apabila publik diberikan keleluasaan untuk memanfaatkan ulang arsip budaya dengan kekreatifan masing-masing maka arsip budaya akan bertambah kaya, alih-alih menjadi terancam. Misalnya saja, sebuah lukisan klasik dapat diubah menjadi segala macam desain produk, seperti casing ponsel, baju, sepatu, penutup lampu, dan banyak lagi lainnya.
Program ini adalah kerja sama antara Direktorat Jenderal Kebudayaan Indonesia , Wikimedia Indonesia, Asosiasi Game Indonesia, LIPI, PT Elex Media Komputindo & Rekata (Gramedia Writing Project), dan Goethe-Institut Indonesien.
Retas Budaya bekerja sama dengan institusi ataupun organisasi yang memiliki koleksi budaya untuk memublikasikan sebagian koleksi mereka sebagai data budaya terbuka.
Mengapa Retas Budaya diadakan?
Kapan terakhir kali Anda mengunjungi museum atau melihat pameran di galeri seni? Berapa banyak koleksi yang Anda nikmati? Tahukah Anda kalau koleksi yang dipamerkan tersebut hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan koleksi yang dimiliki? Institusi budaya seperti galeri seni, perpustakaan, badan pengarsipan, ataupun museum memiliki koleksi yang melimpah ruah. Koleksi tersebut sudah dikumpulkan sejak puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. Namun, koleksi yang dapat dinikmati oleh publik bahkan tidak sampai sepertiganya.Bagaimana jadinya kalau sebagian besar dari koleksi tersebut dapat diakses oleh publik dengan mudah? Selain itu, publik juga dapat menggunakannya kembali dalam karya seni atau ciptaan mereka dengan interpretasi yang berbeda dan baru?
Mungkin sulit bagi seseorang yang berada di pulau Jawa untuk dapat melihat dan mendengar genderung Tifa, tanpa pergi ke Papua atau Maluku, atau mendengar petikan Jungga tanpa ke Sumba. Namun, wahana untuk melihat kekayaan budaya yang beragam ini dapat diwujudnyatakan dengan pemanfaataan teknologi yang ada saat ini.
Kekayaan budaya Indonesia seharusnya dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat umum. Pembebasan arsip budaya tidak hanya mampu memperluas akses bagi semua orang tetapi juga bisa membuka jalan bagi masyarakat untuk bisa mengenal dan mengapresiasi budaya Indonesia.
Retas Budaya diluncurkan dengan kesadaran bahwa budaya adalah milik kita semua, bukan hanya milik peneliti, akademisi, atau institusi pemerintah. Oleh karena itu, arsip budaya harus dapat dinikmati oleh publik tanpa adanya banyak penghalang. Retas Budaya dicita-citakan tidak hanya berhenti pada pembukaan akses, namun juga pemanfaatan yang berkesinambungan. Apabila publik diberikan keleluasaan untuk memanfaatkan ulang arsip budaya dengan kekreatifan masing-masing maka arsip budaya akan bertambah kaya, alih-alih menjadi terancam. Misalnya saja, sebuah lukisan klasik dapat diubah menjadi segala macam desain produk, seperti casing ponsel, baju, sepatu, penutup lampu, dan banyak lagi lainnya.