Budaya Terbuka & Hak Cipta di Eropa

6 November 2020 
15:00 — 16:00  WIB
Moderator: Bhredipta Socarana
Pembicara: Dimitar Dimitrov

Bahasa: Bahasa Inggris dengan translasi langsung ke bahasa Indonesia

  ↩ see full Program

Di Uni Eropa, organisasi masyarakat sipil dan GLAM bekerja sama untuk memperbaiki aturan hak cipta demi memungkinkan digitalisasi, pelestarian, dan akses ke warisan budaya daring yang lebih efisien. Reformasi hak cipta Uni Eropa terbaru memperkenalkan "perlindungan domain publik", yaitu aturan baru yang memungkinkan digitalisasi dan penggunaan "karya yang sudah tidak dikomersilkan". Namun, reformasi ini gagal memberikan pengecualian terhadap "penggunaan wajar" suatu karya. Selain itu, reformasi ini juga tidak merombak peraturan pengecualian yang masih setengah matang terhadap "karya seni yatim piatu" (karya seni yang tidak diketahui penciptanya). Presentasi akan memberikan gambaran umum dari empat tuntutan ini dan menjelaskan bagaimana mereka bekerja dalam praktiknya dan masalah apa yang dapat mereka selesaikan.
 
Youtube
 
Bhredipta Socarana adalah pengacara di Indonesia yang berfokus pada kekayaan intelektual, teknologi, dan media. Dia adalah lulusan Master of Laws dari UC Berkeley, dan Certified Information Privacy Professional / Eropa dari IAPP. Dia telah memberikan bantuan hukum yang luas untuk perusahaan lokal dan asing dalam berbagai kepatuhan terhadap peraturan. Dia adalah koordinator dari Panitia Indonesia Youth Internet Governance Forum di mana dia menyampaikan berbagai keterlibatan publik untuk meningkatkan keterlibatan pemuda Indonesia dalam ekosistem tata kelola internet, dan juga bagian dari Creative Commons Indonesia, dan alumni Klinik Warga, sebuah klinik keamanan siber kepentingan publik. Sekolah Informasi UC Berkeley.

Dimitar Dimitrov adalah ilmuwan politik Bulgaria yang saat ini bekerja sebagai Direktur Kebijakan Uni Eropa Wikimedia. Dia berbasis di Brussel dan Sofia dan fokus utamanya adalah "memperbaiki hak cipta". Setelah tinggal di Libya, Austria dan Polandia, ia awalnya meneliti hak-hak minoritas, ujaran kebencian dan masalah diskriminasi sebelum Wikipedia dan negosiasi ACTA memicu hasratnya untuk hak digital, pembuatan kebijakan publik, dan kepentingan bersama. Dia sekarang berdedikasi untuk mempromosikan domain publik struktural dan fungsional serta mendesentralisasikan internet. Dimi suka kopi, benci jus wortel, dan menganggap Twitter sebagai versi internet yang jinak (yang selalu diucapkannya dengan huruf kecil "i").