Semsar Siahaan (l. 1952, Medan; m. 2005, Bali)
Untitled II (Tanpa Judul II), 1994
Cat minyak di atas kanvas200 x 130 cm
Koleksi Galeri Nasional Indonesia
Semsar bukan hanya seniman, tetapi juga aktivis. Pada 1989, Semsar mendirikan Indonesian Front for the Defense of Human Rights (INFIGHT). Ia kerap menjadi koordinator lapangan untuk berbagai demonstrasi. Pada 1994, dalam upaya melindungi Dita Indah Sari, teman aktivisnya, Semsar dipukuli polisi sampai tiga tulang di kakinya patah. Aktivisme Semsar tecermin di berbagai lukisannya yang menyala-nyala bagai api. Dalam lukisan tidak berjudul yang dibuat pada tahun yang sama, kita dapat melihat jeruji besi, daging yang digantung, sebuah lilin, dan potret Marsinah, aktivis buruh dari Jawa Timur yang ditemukan meninggal setelah disiksa dan diperkosa pada 5 Mei 1993. Pada Desember 1993, Marsinah dianugerahi Yap Thiam Hien Human Rights Award dan Semsar juga membuatkan poster untuk acara tersebut.
Tentang Seniman
Pelukis sekaligus aktivis Semsar Siahaan pernah belajar menggambar di Belgrade, melukis San Francisco Art Institute, sebelum diberhentikan dari jurusan Patung ITB pada 1981 karena karyanya Oleh-oleh dari Desa, II. Karya peristiwa Semsar tsb melibatkan pembakaran patung dosennya Sunaryo yang dianggap Semsar telah mengeksploitasi kebudayaan Papua. Sepanjang hidupnya, Semsar menentang beragam ketidakadilan dan pembelengguan ekspresi, baik melalui karya maupun aktivismenya. Pada 1988, ia ikut mendirikan LSM Infight yang mencatat dan menyuarkan pelanggaran HAM pemerintahan Orde Baru pada dunia.Informasi selengkapnya tentang: