Fajar Sidik (l. 1930 Surabaya; m. 2004, Yogyakarta)

Prabu Gandrung, 1962

Cat minyak di atas kanvas
62 x 83 cm
Koleksi Galeri Nasional Indonesia



Dalam Prabu Gandrung, bentuk wajah hadir dengan dua titik hitam di atas lingkaran puth yang dengan mudah bisa kita identifikasi sebagai mata. Tekstur cat yang tebal hadir seolah mewakili pergerakan. Elemen-elemen yang kemudian menjadi macam gong dalam bidang kanvas Fadjar sudah hadir. Coretan biru di sebelah kiri kanvas, misalnya, sah saja bila dianggap burung; ia juga bisa jadi tanda baca kalau kita membayangkan seluruh kanvas ini adalah permainan garis dalam bentuk kaligrafi. Demikian juga dengan bulatan di sisi kiri, cenderung tengah, atas, yang bisa jadi dianggap matahari, bulan, atau sumber cahaya.

Fajar dikenang untuk serial karya yang digarapnya selama hampir 40 tahun, "Dinamika Keruangan", dimana ia mengolah beragam komposisi bentuk geometris dengan kecenderungan biomorfik. Lukisan Prabu Gandrung ini adalah salah satu dari sedikit karya Fadjar dimana sosok masih hadir dengan kentara. Paruh pertama 1960-an, sedikit sebelum ia melanjutkan studinya ke Selandia Baru, sekaligus menandai perubahan sudut pandang yang luar biasa besar dalam praktik artistiknya.

Kekecewaan Fajar terhadap bagaimana industri, teknologi modern, dan beragam cara pariwisata merusak ritual sehari-hari masyarakat ini banting setir dari kecenderungan melukiskan realitas sosial yang tampak di depan matanya, seperti kebanyakan pendahulunya di Sanggar Pelukis Rakyat. Ia menolak melukiskan mesin-mesin asing, bentuk-bentuk baru yang tidak alamiah, objek hasil perancangan manusia ke dalam kanvasnya, dan menyatakan, "Daripada menggambar objek-objek hasil kreasi para desainer industri itu, mengapa tak menciptakan bentuk sendiri saja untuk memenuhi keperluan ekspresi murni yang bisa memenuhi tuntutan batin yang paling dalam?"

 

Tentang Seniman

Fajar Sidik gemar mengeksplorasi bentuk di atas kanvas. Lukisan-lukisannya khas dengan perpaduan berbagai bidang geometris sederhana, yang ditata sedemikian rupa sehingga membentuk suatu kesan tersendiri. Terkadang bisa menyerupai mesin, terkadang benda alam, terkadang malah melampaui rujukan dunia nyata. Mulai melukis di Sanggar Pelukis Rakyat, Fajar kemudian melanjutkan pendidikan formalnya di ASRI. Lulus pada 1954, ia kembali ke kampus almamaternya pada 1961 untuk mengajar sampai akhir hayatnya.

Informasi selengkapnya tentang: