Diskusi Panel
Kota di tengah-tengah: Refleksi dan Pandangan tentang Informalitas Perkotaan

Kota di tengah-tengah: Refleksi dan Pandangan tentang Informalitas Perkotaan
© Goethe-Institut Bandung

Dua panel mengenai Desain, Informalitas, dan Urbanisme (Pasca)Pandemi

Online

Program

23 November 2020 15:00-16:30 Panel 1 di Youtube
 
24 November 2020 15:00-16:30 Panel 2 di Youtube

09.00 (Waktu Jerman)
15:00 (Waktu Indonesia Barat)
19.00 (Waktu Australia)

 
Pada akhir tahun 2019, sejumlah mahasiswa dari Universitas Stuttgart, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Melbourne bertemu dalam Studio Keliling The city In-between, Designing with Urban Informality in Bandung, Indonesia” untuk mendalami pembangunan perkotaan dan untuk mengeksplorasi bagaimana memprakarsai perencanaan yang lebih inklusif di sepanjang aliran sungai Cikapundung - koridor hijau terkenal di kota Bandung yang penuh permukiman informal yang padat dan sarat kepentingan yang saling bertentangan. Hasil pengamatan dan karya desain yang muncul dari kelompok-kelompok mahasiswa internasional seharusnya kembali ke Bandung dalam bentuk pameran setahun kemudian. Akibat COVID-19, pameran tersebut dialihkan ke ruang digital.
 
Bersama Goethe-Institut Bandung, ketiga universitas yang bekerja sama itu menampilkan pameran virtual dalam acara dua panel di platform Zoom yang akan disiarkan di YouTube. Sejumlah mahasiswa dari universitas berbeda-beda akan memandu tur pameran dan membahas karya dan sudut pandang mereka dengan artis visual Tisna Sanjaya, pendiri Imah Budaya (Ibu) Cigondewah di tepi sungai Cigondewah di Bandung. Guna menelaah topik tersebut dari sudut pandang saat ini, para profesor pembina proyek membahas kondisi keinformalan, keberlanjutan dan ketahanan (pasca)pandemi bersama pakar-pakar perkotaan dari Indonesia.
 
Panel 1
Membayangkan In-between City melalui lensa seni dan desain

 
Dalam rangka studio keliling bersama, beberapa mahasiswa dari Universitas Melbourne (Australia), Universitas Stuttgart (Jerman), dan ITB (Indonesia) menyoroti kondisi urban di sepanjang Sungai Cikapundung di Bandung, tempat pembaruan perkotaan, agenda hijau, pertumbuhan kampung, dan gentrifikasi bergulir kian kencang. Karya-karya desain mereka yang dikumpulkan dalam pameran virtual In-between City merupakan upaya untuk mewujudkan urbanisme yang lebih inklusif dengan memadukan pemikiran arsitektur, desain perkotaan, dan arsitektur lanskap. Seniman visual Dr. Tisna Sanjaya mendirikan Imah Budaya (Ibu) Cigondewah sebagai karya seni dan institusi di tepi sungai Cigondewah pada tahun 2007, dengan maksud memanfaatkan seni untuk meningkatkan kesadaran tentang cara menerapkan dan menyesuaikan modus-modus kehidupan urban yang berkelanjutan. Kolektif Agora yang merupakan jejaring individu yang utamanya memiliki latar belakang keresahan terhadap fenomena urbanisasi. Publikasi mereka merupakan media literasi yang tidak hanya berkelakar sembarang mengenai masalah-masalah perkotaan, tapi juga memberikan argumen logis dan berdasar, demi terciptanya proses dialektis untuk terus mereproduksi pengetahuan urban dan diwakili oleh Naufal Rofi Indriansyah dan Seruni Fauzia Lestari. Dr. Tisna Sanjaya dan Kolektif Agora akan mendiskusikan dan membayangkan “Kota di Tengah-Tengah” bersama para mahasiswa atas dasar praktik seni dan desain mereka.  

Dr. Tisna Sanjaya (seniman dan dosen ITB yang tinggal di Bandung), Naufal Rofi Indriansyah dan Seruni Fauzia Lestari (Kolektif Agora) dan mahasiswa-mahasiswa dari Universitas Melbourne (Australia), Universitas Stuttgart (Jerman), dan ITB (Indonesia).
Moderator:
Agung Sentausa (Pembuat Film)
 
 
Panel 2
Urbanisme (Pasca)Pandemi: Renungan mengenai Informalitas, Keberlanjutan, dan Ketahanan Kota-Kota Indonesia

 
Situasi pandemi global telah menguak ketidakadilan di kota-kota di seluruh dunia dengan berbagai cara, khususnya dalam kaitan dengan akses terhadap fasilitas perkotaan, ruang hijau terbuka, dan perumahan yang terjangkau. Pada saat yang sama, banyak komunitas kampung di Indonesia telah memperlihatkan ketahanan dan kemampuan beradaptasi terhadap situasi yang sulit, sementara kota yang formal terus mendapat manfaat dari fleksibilitas dan keandalan sektor-sektor ekonomi informal. Apakah dengan demikian pandemi telah memicu renungan kritis terhadap medan ketidakadilan yang terwujud dalam kondisi urban yang kontras di kota-kota Indonesia? Apakah pandemi telah memperluas bayangan mengenai kota masa depan di Indonesia, termasuk pemikiran ulang mengenai hubungan antara kepadatan dan akses terhadap ruang hijau terbuka dan kawasan sungai? Apakah ketahanan dan modal sosial yang ditunjukkan oleh beberapa kampung kota bersejarah di kota-kota seperti Bandung, Yogyakarta dan kota-kota lain di Asia Tenggara telah menjadi penggerak wacana publik mengenai keberagaman sosial sebagai komponen masa depan perkotaan yang berkelanjutan di dalam negeri? 

Dr. Budi Faisal (ITB), Amanda Achmadi dan Sidh Sintusingha (Universitas Melbourne), Yassine Moustanidji dan Prof. Astrid Ley (Universitas Stuttgart), serta Kamil Muhammad (Architecture Sans Frontiere – Indonesia)

Panelis:

Dr. Amanda Achmadi adalah Dosen Senior Desain Arsitektural, Arsitektur Asia dan Urbanisme. Amanda memiliki ketertarikan pada interaksi antara arsitektur dan politik identitas, dan bagaimana hal ini dipresentasikan dalam periode kesejarahan—era pra-kolonial, kolonial dan pascakolonial. Fokus utama Amanda adalah arsitektur lanskap Indonesia dan Asia Tenggara. Saat ini, Amanda berafiliasi dengan Society of Architectural and Urban Historians of Asia, anggota dari pusat penelitian InfUR (Informal Urbanism), dan ACAHUCH dari Melbourne School of Design di University of Melbourne. Beberapa penelitian terbarunya dipublikasikan dalam sebuah artikel jurnal yang diterbitkan tahun 2019 di Space and Polity yang ia tulis bersama Prof. Kim Dovey dan Dr. Brian Cook, berjudul "Contested Riverscapes in Jakarta: Flooding, Forced Eviction, and Urban Image".
 
Prof.Dr.Astrid Ley adalah Kepala Departemen International Urbanism, co-direktur Institute for Urban Planning and Design (Städtebau-Institut), dan direktur program master internasional Integrated Urbanism and Sustainable Design (IUSD) dan Wakil Dekan Fakultas Arsitektur dan Perencanaan Kota di Universitas Stuttgart. Bidang keahlian dan penelitiannya terdiri dari beragam topik yang berkaitan dengan urbanisasi di negara-negara Global South dengan konsentrasi pada informalitas, perumahan dan pengembangan, pengelolaan pemerintah lokal, proses berbasis masyarakat, partisipasi, dan pembangunan perkotaan dari kacamata co-produksi.
 
Dipl.-Arch. MSc. Yassine Moustanjidi
adalah seorang arsitek dan perancang kota. Praktiknya menggeluti dan meneliti topik tata kelola perkotaan dan urbanisasi skala besar. Beliau telah menjadi bagian dari proyek penelitian internasional " Future Megacities: Energy and Climate Efficient Structures in Urban Growth Centres " yang didukung oleh German Federal Ministry of Education and Research (BMBF). Secara intensif, Yassine telah bekerja mengatasi tantangan urbanisasi di kawasan MENA, Asia Tenggara dan Eropa, dan secara aktif berpartisipasi dalam berbagai konferensi, kompetisi, dan lokakarya internasional yang dinaungi oleh topik tersebut. Yassine saat ini mengabdikan diri sebagai pengajar dan peneliti di Department of International Urbanism, Universitas Stuttgart, serta menjadi kandidat PhD yang bekerja pada topik tata kelola kota lintas batas di perkotaan Singapura-Johor-Riau.
 
Dr. Sidh Sintusingha adalah Koordinator Program Arsitektur Lanskap di University of Melbourne. Sebelum bergabung dengan dunia akademis, ia bekerja sebagai arsitek dan arsitek lanskap di Thailand dan Australia. Penelitiannya terfokus pada penanganan masalah sosial-budaya, lingkungan, dan permasalahan berkaitan dengan urbanisasi dan retrofit spekulasi terhadap isu-isu keberlanjutan di perkotaan Asia Tenggara. Penelitiannya juga mengulas lanskap budaya formal yang terus berkembang, baik yang direncanakan atau dirancang maupun yang tidak direncanakan atau tidak dirancang, sebagai respon atas fenomena urbanisasi yang meluas. Sidh telah mempresentasikan dan menerbitkan hasil temuannya di bidang-bidang ini baik dalam skala lokal maupun internasional.
 
Kamil Muhammad adalah arsitek berbasis di Jakarta, juga direktur studio desain dan penelitian pppooolll dan salah satu pendiri Architecture Sans Frontieres-Indonesia. Ia memperoleh gelar Master of Architecture darii University of Melbourne pada tahun 2014. Kamil dianugerahi Lafarge Holcim Award Asia Pacific (2017), ASF-INT Social Production of Habitat Award (2017), finalis untuk Future Park Melbourne (2019), dan terpilih untuk What If? Lab Eindhoven (2018). Selain itu, Kamil juga menjadi co-kurator untuk Pameran-Pekan Arsitek Indonesia yang akan datang sebagai bagian dari Kongres UIA 2021 di Rio de Janeiro, Brazil.
 
Budi Faisal adalah Ketua Program Studi Magister Arsitektur Lanskap, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, ITB. Ia juga merupakan pendiri Urban Landscape Hub (ULH), sebuah pusat penelitian yang mengnvestigasi perkembangan perkotaan melalui perspektif lanskap dan ekologi. Bidang penelitiannya mencakup Green Network System, ekologi di lanskap perkotaan dalam konteks dan tingkatan yang luas, dari desa, kota dan hingga daerah, menilik bagaimana mereka saling berkaitan secara sosial dan lingkungan. Sebagai seorang Arsitek dan Arsitek Lanskap, Budi juga tertarik untuk mengintegrasikan kedua disiplin ilmu tersebut untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan layak huni. Prestasi saat ini adalah memenangkan peringkat kelima Kompetisi Ibu Kota Baru Indonesia di Kalimantan Timur.
 
Asep Darmana adalah dosen dan anggota kelompok Penelitian Desain Arsitektur pada Jurusan Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, ITB. Minat penelitiannya saat ini adalah pendekatan desain sesitivitas air dan pembangunan berdampak rendah di daerah perkotaan. Sebelum mengajar, Asep adalah seorang arsitek yang berpraktik di sebuah firma arsitektur yang berbasis di Singapura dan terlibat baik di Singapura maupun proyek internasional lainnya. Saat ini, ia telah berpraktik di Indonesia dan fokus pada bidang perumahan, gedung publik, dan perencanaan lokasi.
 
Dr. Tisna Sanjaya aktif bekerja sebagai seniman, dosen, dan praktisi budaya. Lahir di Bandung pada tahun 1958, Tisna telah aktif berkarya sejak tahun 1980an dan telah membawa namanya menjadi salah satu seniman yang dikenal di Bandung dengan praktik artistik yang khas dan keterlibatannya dengan kelompok seniman Jeprut. Beliau saat ini mengajar di Studio Seni Grafis, Program Studi Seni Rupa, Institut Teknologi Bandung, sekaligus mendirikan Imah Budaya (Ibu) Cigondewah (Pusat Kebudayaan Cigondewah)—sebuah proyek seni dan karya masif Tisna di bantaran sungai di area Cigondewah, yang didasari pada kompleksitas sistem yang terkandung dalam interaksi warga, kekhasan lokasi, sejarah, dan komunitas yang tinggal di area tersebut. Proyek seni ini juga menjangkau disiplin lainnya, seperti ilmu alam, industri yang menjamur di Cigondewah, serta aktivitas warga dan budaya sekitar.

Naufal Rofi Indriansyah adalah salah satu editor di Kolektif Agora. Ia juga bekerja sebagai peneliti di bidang pembangunan dan hak asasi manusia. Naufal tertarik pada isu-isu urbanisasi, informalitas, dan keadilan sosial.
 
Seruni Fauzia Lestari adalah seorang penulis di Kolektif Agora. Ia saat ini menjadi mahasiswa di University of Manchester di mana ia mengejar studi Pembangunan Internasional yang berfokus pada politik, pemerintahan, dan kebijakan pembangunan. Minatnya meliputi politik pertanahan, megaproyek, dan tata kelola sumber daya alam.
 

Moderator:

Agung Sentausa, adalah seorang sineas dengan gelar arsitektur yang telah bekerja dengan komunitas informal di seluruh Indonesia. Selain mendirikan SAKALA CreDu, sebuah organisasi dengan fokus pada pemberdayaan pemuda dan komunitas di bidang film, musik, seni, dan berbagai kreatif lainnya, Agung saat ini menjabat sebagai kepala pendanaan Dewan Film Indonesia. Salah satu feature film-nya mengambil lokasi di hamparan sungai Cipakundung. Tak hanya itu, Agung erat bekerja sama dengan Yayasan Kampung Halaman yang berbasis di Yogyakarta.
 
Dr. Wiryono Raharjo, adalah wakil rektor Bidang Kemitraan & Kewirausahaan, serta dosen senior Arsitektur di Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta. Beliau adalah seorang urbanis dengan penguasaan topik informalitas dan urbanisme inklusif. Tesis doktoralnya mengambil judul „Speculative Settlements: Built Form/Tenure Ambiguity in Kampung Development“, di mana beliau menyelami perkembangan kampung—secara khusus mengacu pada kampung di kota Yogyakarta.
 

Detail

Online

Indonesia

Bahasa: Bahasa Inggris
Harga: Gratis

Lukman.Hakim@goethe.de

Live auf YouTube dan Facebook